SAPI WAGYU |
Sejarah
Karena daratan Jepang tidak rata dan terisolasi,
berbagai teknik pembiakan dan pemberian pakan diterapkan seperti memijat
atau menambahkan bir atau sake ke pakan mereka.[butuh
rujukan] Hal ini diduga dilakukan untuk membantu
pencernaan dan menambah nafsu makan saat musim hujan, namun tampaknya tidak
berpengaruh pada rasa daging. Pemijatan dilakukan untuk mencegah kram otot di
sejumlah peternakan di Jepang yang hewan ternaknya tidak diberi cukup ruang
untuk memanfaatkan otot-otot mereka.[2]
Ada empat ras wagyu: Sapi Hitam Jepang (黒毛和種 Kuroge washu?),
Sapi Cokelat Jepang (赤毛和種 Akage Washu?),
Sapi Tanpa Tanduk Jepang (無角和種 Mukaku
Washu?),
dan Sapi Tanduk Pendek Jepang (日本短角和種 Nihon
Tankaku Washu?).[3][4]
Sapi Hitam Jepang mencakup 90% dari seluruh sapi
yang digemukkan di Jepang.[5] Galur sapi Hitam Jepang meliputi
Tottori, Tajima, Shimane, dan Okayama.[6] Sapi Cokelat Jepang, dikenal pula
sebagai sapi Merah Jepang,[5] adalah ras utama lainnya;[6] galurnya meliputi Kochi dan
Kumamoto. Sapi Tanduk Pendek Jepang mencakup kurang dari 1% dari seluruh sapi
di Jepang.[7]
Australia
Australian Wagyu Association adalah asosiasi ras
wagyu terbesar di luar Jepang.[8]
Baik sapi ras murni dan silang wagyu diternakkan di Australia untuk pasar dalam
dan luar negeri, termasuk Taiwan, Cina, Hong Kong, Singapura, Indonesia,
Britania Raya, Perancis, Jerman, Denmark, dan Amerika Serikat.[9]
Sapi wagyu Australia diberi pakan gandum selama
300-500 hari masa produksi. Wagyu yang diternakkan di kawasan Margaret River,
Australia Barat, biasanya diberi pakan gandum campur anggur merah.
Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, sapi wagyu Jepang disilangkan
dengan sapi
Angus. Ras silang ini diberi nama American Style Kobe Beef.[10]
Dirancang untuk mengikuti pola makan sapi Jepang,
sapi wagyu di Amerika Serikat diberi pakan campuran jagung, alfalfa, barli,
dan jerami gandum.
Di Colorado, daging wagyu dipasarkan oleh satu
peternakan di dekat Basalt, Colorado, dan satu di Rush, Colorado. Sapi wagyu
pertama kali dipamerkan di National Western Stock Show pada tahun 2012
Mengapa Harga Daging Sapi Wagyu Mahal?
- Jika Anda sudah mengenal jenis-jenis
daging sapi tentu Anda tau tentang daging sapi wagyu.
Daging sapi wagyu hingga kini masih menjadi daging sapi top yang paling mahal
dibandingkan dengan daging sapi lainnya. Kualitasnya yang nomor satu menjadi
daya tarik daging ini.
Warna daging sapi Wagyu pun berbeda dengan daging
sapi pada umumnya. Daging sapi Wagyu memiliki lemak-lemak halus di sekeliling
serat dagingnya yang disebut lemak otot (marbling). Lemak inilah yang
memberikan tekstur daging enak dan lezat dibandingkan daging sapi tipe lainnya.
Sekilas Tentang Daging Sapi Wagyu
Istilah Wagyu sebenarnya berasal dari
Jepang, dimana Wa berarti “Jepang” dan Gyu berarti “Sapi”.
Arti Wagyu sendiri adalah Sapi Jepang. Jenis sapi Wagyu memnag dibudidayakan
pertama kali di Kobe, Jepang. Jepang memang sudah terkenal karena kualitas
produknya yang sangat baik, termasuk kualitas dagingnya.
Wagyu, Rajanya Daging Sapi
-
Keistimewaan wagyu yang berarti daging sapi Jepang ini telah dimulai
sejak masa hidupnya atau sebelum sapi dipotong.
Semasa hidupnya, sapi tak hanya makan rumput dan biji-bijian bernutrisi
seperti jagung, gandum dan barley. Tapi, sapi juga diberi vitamin A, B, E dan
kalsium. Sapi juga diberi berbagai vitamin dan nutrisi
penting lain agar kesehatannya maksimal.
Saat akan dipotong, sapi akan dikondisikan dalam keadaan relaks dan
dihindarkan dari stres. Tujuannya, agar otot-otot sapi tidak keras dan tekstur
daging lebih lembut.
Mengandung lemak tak jenuh lebih banyak. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh para peneliti di Washington State University menemukan
bahwa wagyu mengandung lemak tak jenuh dua kali lipat lebih banyak dibandingkan
daging sapi lainnya. Lemak tak jenuh ini mempunyai titik lumer yang lebih
rendah daripada lemak jenuh. Itulah sebabnya mengapa wagyu terasa ‘lumer’ di
mulut.
Marbling yang lebih berkualitas pada wagyu juga menjadi pembeda yang
khas dari daging sapi lainnya. Marbling merupakan lemak yang terdapat di antara
serabut otot (intramuscular). Lemak ini berfungsi sebagai pembungkus otot dan
mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan. Marbling juga berpengaruh
terhadap citra rasa daging.
Untuk menikmati wagyu, Anda tak perlu jauh-jauh ke Jepang atau
Australia. Kini beberapa lifestyle market di Indonesia juga telah
menyediakannya. Wagyu dipasarkan berdasarkan grade yang disesuaikan dengan
tingkat kerapatan marbling pada daging. Semakin berkualitas marbling pada
daging maka semakin dalam pula Anda harus meraih dompet Anda. Untuk grade 9+
(grade tertinggi yang terdapat di Indonesia), Anda bisa menyiapkan dana sekitar
Rp 2,2 juta per kilogram.
Catatan Ditjen Peternakan memang memperlihatkan bahwa neraca produksi daging sapi nasional pada 2008, hanya mampu memenuhi 64,9% dari proyeksi kebutuhan konsumsi masyarakat. Dengan populasi 11 – 12 juta ekor, produksi daging sapi nasional maksimal hanya mencapai 249.925 ton. Padahal kebutuhan konsumsi daging diperkirakan mencapai 385.035 ton per tahun. Itu berarti Indonesia masih kekurangan 135.110 ton atau sekitar 35,1% dari total kebutuhan daging.
Alhasil untuk memenuhi kebutuhan daging yang tumbuh-rata 5,5% per tahun, sementara pertumbuhan sapi lokal cuma 3,7%, tidak ada pilihan bagi pemerintah kecuali mengimpor. Meski bersifat pragmatis, kebijakan itu setidaknya dapat “menolong” industri sapi lokal. Bisa dibayangkan populasi sapi potong di dalam negeri akan terkuras, jika tidak disubstitusi oleh sapi bakalan dan daging impor.
Semua pihak sepakat bahwa kekurangan pasokan ini disebabkan sistem pembibitan sapi potong nasional masih parsial, sehingga tidak menjamin kesinambungan. Padahal, titik krusial dalam pengembangan sapi potong adalah pembibitan. Kondisi ini terbilang ironis, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar se-Asia Tenggara yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah. Potensi alam yang beriklim tropis dan kekayaan lahan yang luas, sangat memungkinkan bagi negara ini untuk membangun usaha sektor pertanian, khususnya sub sektor peternakan.
Disisi lain, bagi pengusaha pembibitan sapi adalah investasi yang berat dan kurang menarik. Akibatnya, pembibitan yang ada selama ini lebih banyak dilakukan secara tradisional oleh peternak rakyat. Parahnya lagi, populasi sapi produktif juga terus menurun karena sapi betina yang bisa dijadikan induk juga dipotong untuk dijadikan pedaging.
Survei populasi sapi yang dilakukan Afpindo bersama dengan Universitas Gajah Mada (UGM) beberapa waktu lalu, menunjukkan hasilnya sangat mengejutkan. Populasi sapi lokal menurun drastis dengan kisaran hanya 60%. Alhasil, mencari induk bunting saat ini terbilang susah. Jika hanya 1-2 ekor mungkin ada, tapi mencari 11 ekor, luar biasa sulit. Kalau pun ada, maka harus diambil dari lokasi yang terpisah-pisah sehingga berdampak pada tingginya biaya.
Untuk mengurai “benang kusut” itu, pemerintah pada 18 Agustus lalu, akhirnya meluncurkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) tentang Kredit Usaha Perbibitan Sapi (KUPS). Sebelumnya, Deptan berharap Permenkeu itu sudah keluar sejak awal tahun 2009, sehingga dapat menopang program swasembada daging 2010, yang dipastikan telah gagal. KUPS merupakan skim kredit bersubsidi. Dalam program ini, peternak atau pelaku usaha yang mendapatkan kredit hanya membayar bunga sebesar 5% dari bunga komersial yang berlaku. Sedangkan selisih bunga menjadi tanggungan pemerintah.
Dengan keluarnya KUPS ini, pemerintah berharap target untuk mencapai swasembada daging pada 2014 bisa tercapai. Selama lima tahun ke depan (2009-2013), diharapkan ada penumbuhan minimal 50 industri perbibitan swasta dan pusat pembibitan di masyarakat sebanyak 11.310 kelompok. Selain itu adanya peningkatan populasi sapi betina sebanyak 1 juta ekor dan memberikan lapangan kerja sekitar 514.000 orang. Jika hal itu terealisasi, maka dalam dua tahun untuk mendapatkan sapi bakalan, Indonesia tidak perlu impor lagi karena sudah tersedia induknya.
Ditjen Peternakan berharap, skema kredit KUPS ini menjadi stimulus peningkatan industri perbibitan sapi dan berdampak langsung pada peningkatan populasi sapi. Saat ini, pasok daging sapi dalam negeri baru mampu memenuhi dua pertiga dari total kebutuhan konsumsi. Sepertiga lainnya harus dipenuhi dari impor sapi bakalan sekitar 400.000 - 500.000 ekor/tahun dan impor daging 70.000 ton/tahun.
Pada dasarnya kebutuhan daging Indonesia masih tergantung pada sapi sapi impor padahal negara kita punya dua musim jadi sangat di untungkan dengan kesedian rumput alami, hanya untuk memacu produktifitas harus ada inovasi, kreativitas serta pembinaan secara terpadu terhadap para peternak sapi baik secara kecil tingkat keluarga maupun di kelolah secara modern dan komersial
Demikian artikel yang kami susun semoga bermanfaat
SULTHAN BIRD FARM (0813938752980
Peternak Perkutut Bangkok
Ds. Gedong boyo Untung / Langgeng
Turi - Lamongan